Senin, 26 September 2011

Hening

Hening

Di tengah malam yang gelap, aku terbangun oleh suara hati yang terdengar memanggil-manggil. Lalu aku teringat, aku belum melaksanakan shalat isya! Selalu terngiang suara ayahku yangmengingatkan untuk shalat lima waktu. Aku bergegas menuju surau seorang diri sementara di samping.. teman-temanku terlelap di dalam mimpinya masing-masing.
Rasa takut yang menyelimuti hatiku segera hilang saat aku keluar dari tenda dengan menenteng seperangkat mukena. Disambut oleh udara malam yang mengeluarkan aroma khasnya, dingin dan memberi nyawa tersendiri bagi yang menghirupnya.
Jalan menuju surau tak terlalu jauh. Hanya saja aku harus melewati satu jalan tanah liat menaik yang cukup licin. Hap! Aku berhasil tanpa terpeleset. Malam itu begitu haru, kulihat banyak tenda berdiri dengan rapi berjejer membentuk suatu komunitas kehidupan yang terasa harmonis. Dengan semua penghuni dan aktivitasnya di dalam tenda, sayup terdengar suara canda tawa yang pelan yang makin hilang, oooh mungkin karena mereka mulai tertidur setelah seharian mereka mengikuti kegiatan perkemahan yang cukup menguras tenaga.
Sekarang aku sudah sampai di depan surau itu. Sangat teduh. Banyak pohon yang menaunginya, terlihat beberapa pasang sandal jepit dan sepatu berserakan di teras surau. Tak menunggu lama, aku menuju tempat wudhu, sepi tiada satupun yang berada di sana mungkin hanya makhluk halus yang mengintaiku untunglah Allah tidak memperbolehkan semua manusia melihat wujud makhluk ini. Bisa dibayangkan betapa mengerikannya dunia ini jika hal itu sampai terjadi.
Kakiku yang mungil menuruni tangga menuju tempat wudhu, agak basah karena gerimis kecil tadi sore. Kuletakan mukena ditembok lalu sejenak aku membasuh wajah dan anggota badanku yang perlu dibasuh. Wudhu untuk menyucikan dari hadas kecil, sangat terasa sejuk, air yang dingin terasa menghangatkan suasana hati dan menjalar ke seluruh tubuh. Aku telah siap untuk menunaikan shalat. Sebelum aku kembali ke surau, kupandangi sebuah kandang rusa yang cukup besar, ada beberapa rusa di dalamnya. Samar kulihat mereka masih terjaga sembari menguyah menghabiskan rumput-rumput mereka. Walau aku melihatnya dari jauh, masih tercium bau pesing dari kandang itu.
Segera kupakai mukena yang kutenteng, warnanya putih dengan bordiran hijau menghias di bagian pinggirnya. Perasaan hangat seperti menerobos masuk, sangat nyaman.
Kuniatkan dalam hati dan kulafalkan. Satu persatu rukun shalat kulaksanakan, begitu khusuk. Bersujud menghadap Allah yang Maha Sempurna di tengah alam ciptaannya yang damai. Setelah shalat dan berdzikir kusempatkan memanjatkan doa meminta perlindungan kepada-Nya.
Selesai sudah ritual agama Islam itu, agama yang agung yang disampaikan oleh para Rasulullah. Andaikan aku dapat berjumpa dengan mereka, akan kusampaikan segala keluh kesahku hidup di dunia ini dengan segala nikmat dan cobaannya untuk memohon nasihat. Aku kembali ke tendaku melalui jalan yang sama hanya sekarang aku harus menuruni jalan yang licin.
Kuanggap semua telah terlaksana, kubereskan semua barang barang dalam tasku. Tak menunggu lama, aku telah terlelap dalam buaian Sang Pencipta, begitu nikmat. Syukur tak akan pernah lepas dari ucapan dan tindakanku. 
by: Puspa Juwita

TWO FRIENDS

TWO FRIENDS

“Bahagia…! Emang kenapa?” Suara jelas Ratisa mengungkapkan tujuan hidupnya.
“Kamu yakin banget sama tujuan hidupmu? Bukannya Allah itu menciptakan jin dan  manusia untuk beribadah?”
“Kamu bener Fi, tapi aku juga punya pengalaman hidup. Menurut pengalam hidupku dari kecil sampe sekarang, kebahagiaan itu malah mendekatkan aku dengan Allah. So… experiences is the best teacher…”
“Oke,,, aku setuju aja deh.” Lalu Afi kembali melamun dan memanang kosong ke depan.
“Kalo kamu?” lamunan Afi membuat Ratisa ingin bertanya.
“Yang jelas, nggak bikin rugi orang lain. Haha..”
“Iih yang jelas doong. Tadi kan aku udah jabarin bejibun-jibun cita-citaku???”
“Hehehe… iya iya,,,, gue…gue pengen jadi dokter yang sukses Ti…”
“Maksud dari kata sukses?” Ratisa mulai penasaran.
“Jai dokter yang memang dibutuhkan untuk menjadi dokter. Nantinya kalo aku udah kerja, aku nggak mau tinggal di kota besar. Aku ingin mengabdikan diri sama nusa dan bangsa ini. Pergi ke daerah pedalaman yang masih minim pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan. Lalu pelan-pelan membangun masyarakat itu… dan…. Menjadikan hidup mereka lebih baik”
“Waw…. Subhanallah…”
“Kenapa?”
“Lanjutin Fi! Lanjutin. Success… aku sepenuhnya dukung kamu.” Lalu suasana kembali hening. Kedua sahabat yang sudah akrab dari bangku SMA ini lagi lagi menerawang pandangan mereka. Menyaksikan gemuruh ombak yang sedang bergulung mesra. Kerudung mereka dibuatnya menari-nari oleh angin yang ikut bertiup.
“Kalo kamu??” Tanya Afi lagi.
“Aku??? Aku kan udah bilang kalo aku mau bahagia…”
“Eghhh iya…. Tapi…” Afi dibuat geram dengan sikap pura-pura Ratisa tak mengerti yang dimaksud Afi.
“Iya iya… tahu… maksudnya aku mau jadi apa kan?”
“Ehem..”
“Aakuu ingin menolong orang yang membutuhkan bantuan. Aku ignin memberikan kehidupan bagi mereka yang merasa hidup ini hampa. Aku ingin memberikan kehidupan bagi anak autis…”
“Oh ya?”
“Iya… aku pengen mereka juga punya kehidupan di dunia ini. Manusia tidak harus melulu memikirkan kemajuan. Harus ada sebagian manusia yang bertugas memperbaiki dan memanfaatkan yang sudah ada. Itulah yang ingin aku lakukan. Setelah lulus psikologi S1 ini,,, aku ingin bekerja untuk mereka. Kalau memungkinkan ingin bekerjasama membangun rumah autism, membuat para orangtuanya sedikit lega melihat anak mereka bisa berkembang juga jadi dewasa…”
“Good Luck”
“Thank you sobat”
Perbincangan Ratisa dan Afi berlanjut sampai kemana-mana. Tanya ini, itu, perihal masa depan,, sampai jodoh dan tipe laki-laki idaman.. rupanya persahabatan mereka sudah lebih dari saudara.
Namun sepertinya sore ini adalah terakhir kalianya mereka melihat matahari terbenam di pantai Parangtritis bersama-sama. Karena Ratisa akan segera pergi ke Jerman untuk kuliah S2 di sana. Biaya kuliah psikologi S2 yang mehal membuat Ratisa mengambil beasiswa. Selain itu, ia juga ingin lebih memahami kemandirian, hidup di negeri orang.
Perpisahan yang manis, dan akan menghadirkan perjumpaan yang terindukan.

by : PUSPA JUWITA

Hidup Bebas (Bahagia) nan Suci

Assalamu'alaikum... Tahu ngak, kalo kita mengucap salam pahalanya adalah 90 lho. Dan yang menjawab dapet 10. Memberi salam itu sunnah tapi menjawab adalah wajiiib....

Sesuai tema, aku pengen tanya dan berbagi pendapat dengan kalian? Apa tujuan hidupmu? Kalo aku , bahagia. Kenapa? Karena dengan bahagia kita akan senantiasa hidup dalam kedamaian tanpa rasa benci dan menambah rasa cinta kepada Allah swt. Ini sih pandangan hidupku saat ini. Mungkin pada waktu yang akan datang akan lebih baik pandangan hidupku.
Aku ingin hidup bahagia, menjadi orang baik. Orang baik, orang yang mau menjadi lebih baik. Setiap detik adalah waktu yang sangat berharga untuk kita mendekatkan diri pada Allah sang Maha Pencipta. Setiap waktu kita semakin dekat dengan hari dimana kita tidak lagi bisa menolak kehendaknya secara langsung.
Tapi ada pepatah, beribadahlah kalian seperti besok akan meninggal dan bekerjalah kalian seperti kalian akan hidup pepatah ini mewakili spirit yang harus dimiliki seorang manusia sejati.
Lakukanlah hal yang benar dan sesuai dengan hati nuranimu. Jangan sampai tertekan dengan hidupmu sendiri yang sebenarnya sangat indah. Saat kita mensyukuri segalanya, niscaya kebaikan-kebaikan aakan segera datang.
Jadilah manusia yang punya tujuan jelas, jangan sampai menjadi manusia yang tidak punya tujuan, tetapkan keinginanmu.
Dan selalu pelajari Agama.

Wassalam